Harga untuk
menjadi gubernur sebagai mahar politik pada satu partai adalah Rp 300 milyar
menurut Bapak Prabowo. Beliau sedih dengan fenomena ini. Dalam rekaman video
saat kunjungan ke acara sebuah pesantren, Bapak Prabowo mengatakan bahwa untuk
menjadi Kepala Daerah, anda tidak akan saya Tanya lulusan mana, buku apa yang
anda tulis atau prestasi apa yang sudah anda buat. Namun yang ditanyakan adalah
apakah anda punya Rp 300 Miliar. Ini adalah realita sistem politik kita saat
ini.
Apabila satu partai saja meminta
mahar politik sebesar itu, bagaimana jika jumlah partai nya lebih dari
satu?ongkos politik yang wajib dimiliki para kandidat Pilkada sangatlah besar.
Untuk yang memiliki mahar tersebut, maka bisa dicalonkan oleh partai. Bagaimana
dengan kandidat yang sangat kompeten, berbudi pekerti yang luhur dan tidak
pernah terlibat skandal namun tidak mampu membayarnya? Maka yang terjadi adalah
siapa yang punya uanglah yang akan menguasai PILKADA dan bukan siapa yang
kompeten, berdedikasi tinggi, dan mampu. Jika fenomena ini tidak kita sadari
dan tidak kita ubah, yang terjadi adalah wujud kapitalisasi dalam PILKADA.
Sikap sebuah partai yang meminta
mahar politik adalah sebuah kewajaran. Bagaimana mungkin bisa menggerakkan
simpatisannya tanpa modal yang besar untuk kampanye?Tidak ada Partai yang tidak
minta mahar politik untuk PILKADA jaman now. Mereka perlu biaya untuk
penggalangan di wilayah DPW,DPP hingga ke DPC. Semuanya butuh biaya besar.
Sistem Multipartai tuntutan reformasi kini telah memakan korban berupa ongkos politik yang besar. Para Kepala Daerah yang belum “Break Event Point” akan memanfaatkan injury time ini dan celakanya KPK sudah paham sehingga ditangkaplah banyak Kepala Daerah dari tingkat Gubernur hingga Bupati/walikota menjelang berakhirnya masa jabatan mereka. Ada baiknya agar kita kembali lagi menggunakan PILKADA tak langsung dikarenakan PILKADA langsung saat ini tidak memberikan TELADAN yang baik pada generasi muda kita. Sejatinya seorang Kepala Daerah itu berpikir bagaimana di masa tugasnya mensejahterakan Daerah dan bukan berpikir “BAGAIMANA BALIK MODAL SEBELUM HABIS MASA JABATAN” atau “ BAGAIMANA MENGUMPULKAN MODAL SAAT SAYA BERKUASA UNTUK MENCALONKAN LAGI PERIODE BERIKUTNYA”. Itulah drama politik yang terjadi saat ini dan mari kita ubah agar jangan jatuh ke lubang yang sama.