Oleh Andriono Kurniawan (Guru SMA Islam NFBS Serang)
Hadirnya wantimpres yang sekaligus merupakan Katib Aam ( Sekjen) Suriyah PBNU, Kyai Yahya Cholil Staquf di acara American Jewish Committee yang berlangsung di Yerusalem dari tanggal 10-13 Juni 2018 sungguh patut disayangkan. Meskipun banyak pihak cuci tangan dengan mengatakan kunjungan itu atas nama pribadi, media luar sudah mengetahui siapa Kyai Yahya di Indonesia. Jabatan Sekjen PBNU yang memiliki massa 11 juta suara ( menurut Muhaimin Iskandar) bukanlah jabatan kelas teri. Ditambah jabatan sebagai Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) adalah posisi yang bukan main main. Media Israel dan barat akan mengulas bahwa seorang penasehat Presiden yang berpenduduk mayoritas Islam serta Sekjen Ormas Islam terbesar di Indonesia turut hadir dalam acara di Negara Israel yang mengambil setting Yerusalem. Kota suci yang dimiliki 3 agama; Islam, Kristen, Yahudi yang kini di klaim sebagai ibukota Israel.
Amatlah tidak mungkin American Jewish Committee mengundang atas nama pribadi tanpa menitikberatkan posisi / Ketokohan seseorang apalagi di acara tersebut beliau menjadi narasumber. Sebagai salah satu dari 9 anggota Wantimpres, Kyai Yahya adalah seorang penasehat kepresidenan yang diperbolehkan oleh UU Republik Indonesia No 19 tahun 2006 Bab 2 Pasal 4 ayat 3 untuk memberikan nasehat secara perorangan kepada presiden. Dengan posisi yang sangat strategis ini, Kyai Yahya tidak bisa bebas dalam menghadiri acara apapun dikarenakan memiliki beban Institusional. Pandangan politiknya akan menyiratkan posisinya saat memberikan nasehat kepada Presiden. Demikian juga Seorang Duta besar suatu Negara tidak bisa mengatakan dia akan menghadiri acara resmi Internasional atas nama pribadi. Seorang pejabat kenegaraan yang hadir dalam acara internasional seperti AJC mengandung arti dia adalah wakil dari Negara /organisasi yang dia pimpin. Kehadiran seorang penasehat presiden dan seorang sekjen ormas Islam terbesar tidak bisa diartikan urusan pribadi jika sudah menyentuh masalah politik internasional. Kehadiran bisa diartikan dukungan. Semestinya ini dipahami dengan baik oleh Kyai Yahya sebelum memutuskan hadir. Dalam slide presentasinya Kyai Yahya menyebut dirinya adalah Sekjen PBNU dan bukan ATAS NAMA PRIBADI.
Kehadiran almarhum Gus Dur saat acara yang sama di Washington tahun 2002 tidak bisa dijadikan pembenar atas kehadiran Kyai Yahya di Yerusalem. Saat almarhum Gus Dur hadir di acara tersebut, belum ada klaim sepihak atas Yerusalem yang dianggap sebagai ibukota Israel. Di Tahun 2002 politik luar negeri Amerika Serikat tidak seagresif pemerintahan Donald Trump dalam masalah Israel.Donald Trump juga sangat anti Islam. George H Bush saat itu masih menghormati komunitas Muslim di Timur Tengah. Bisa dikatakan Kyai Yahya datang pada saat yang tidak tepat dimana titik didih amarah komunitas internasional atas pengakuan sepihak atas kota Yerusalem sudah mencapai di luar ambang batas toleransi. Baru saja terjadi kekerasan tentara Israel yang menewaskan lebih dari 120 warga Palestina di jalur Gaza dan lebih dari 3700 luka luka (CNN Indonesia). Darah para korban warga Palestina masih hangat di memori mereka. Palestina masih dalam suasana berkabung dan marah saat ini.
Diskrepansi langkah politik terjadi ketika Presiden dan Menlu RI tegas berjuang untuk kemerdekaan Palestina dan disuarakan baik saat pertemuan PBB maupun OKI, dilain pihak ada penasehat presidennya yang mengatakan di forum itu yang isinya sama sekali tidak menyinggung tentang perjuangan Palestina. Hamas sangat mengecam kehadiran pejabat Indonesia di forum AJC ini dan menganggapnya sebagai penghinaan terhadap Palestina. Selain itu Juru bicara Fatah, Osama Al Qawasmi seperti dikutip Palestinow mengatakan sebagai berikut, “ Partisipasi Yahya Staquf selaku sekjen organisasi Muslim Indonesia Nahdlatul Ulama dalam forum ini di Yerusalem adalah penghianatan terhadap agama, Al Aqsa, rakyat Palestina dan Negara Negara Arab serta Islam”.
Bagaimana memperbaiki wajah Indonesia di kancah pergaulan internasional yang dulunya menjadi motor perjuangan Palestina namun sekarang malah dianggap melakukan penghinaan terhadap Palestina? Mengklaim dan beralasan bahwa Kyai Yahya berangkat atas nama pribadi sudah tentu menjadi sia sia dikarenakan kualifikasi Kyai Yahya sebagai pejabat Negara dan slide presentasinya bukan atas nama pribadi (lihat identitas Kyai di slide bawah). Ketika Kyai Yahya memiliki niat baik, belum tentu ditanggapi dengan baik jika caranya belum sesuai. Dalam posisinya sebagai warga Negara yang mana negaranya memiliki kebijakan luar negeri bebas aktif yang memperjuangkan kedaulatan Palestina, seorang pejabat Negara dan pemimpin ormas terbesar Islam harus selektif dalam memilih undangan yang sangat kental muatan politisnya. Lihatlah seorang pemain sepakbola asal Portugal yaitu Christiano Ronaldo yang menolak untuk menukar kaosnya dengan pemain Israel saat laga antara Portugal vs Israel dikarenakan kekonsistenannya dalam mendukung Palestina. Cristiano Ronaldo bukanlah seorang politisi juga bukan seorang penasehat presiden apalagi seorang sekjen ormas terbesar namun segala tindak tanduknya, ucapannya sangat diatur untuk menunjukkan posisi politiknya, sikap politiknya dan kepercayaan politiknya yang semuanya itu sangat konsisten dalam mendukung Palestina. Penolakan tukar kaos adalah bahasa politik yang disampaikan Ronaldo dari lapangan sepakbola. Tidak tanggung tanggung dalam memperjuangkan Palestina, pada bulan November 2012, Ronaldo menyumbang 1,5 juta Euro untuk anak anak Palestina di jalur Gaza dimana tahun sebelumnya juga memberikan donasi untuk sekolah Gaza. Tawaran kontrak bernilai jutaan Dolar sebagai bintang Pepsi pun ditolak Christiano Ronaldo dikarenakan Pepsi menyumbang untuk Israel. Para politisi yang mengatakan mendukung Palestina harus belajar banyak dari pemain sepakbola Portugal ini. Tidak perlu menjadi Muslim untuk mendukung Palestina. Kita hanya perlu menjadi manusia beradab saja sudah cukup. Jika non Muslim saja SANGAT KONSISTEN dalam mendukung Palestina, mestinya umat Muslim lebih konsisten lagi. Kasus lain yang bisa kita ambil pelajarannya adalah tentang keteguhan seorang aktivis non Muslim yang bernama Rachel Corrie yang dibunuh IDF ( Israel Defence Force )karena menghalangi bulldozer Israel. Dukungan untuk Palestina bukanlah masalah agama saja namun yang sangat asasi yaitu juga masalah kemanusiaan. Klarifikasi resmi dari pemerintah Indonesia harus dilakukan dengan matang terkait masalah ini. Untuk pengamanan dan ketertiban, langkah penonaktifan sementara pun bisa dijadikan alternatif yang solutif sampai keadaan tidak lagi memanas.
Semakin jelas bahwa sebenarnya Indonesia sedang menjadi sasaran bidik Israel. Didahului oleh pengibaran bendera Israel di Papua yang di klaim sebagai budaya Papua di bulan Mei 2018 dimana diakui sebagai perayaan “ Sion kids of Papua” sangatlah jauh dari apa yang disebut sebagai budaya Papua. Jika kita mau bicara secara ilmiah, silakan buka ensiklopedi budaya tentang Indonesia lalu cari budaya Papua. Kita lihat adakah pengibaran bendera Israel yang merupakan budaya masyarakat Papua dimulai sebelum Indonesia merdeka sampai sekarang? Israel baru berdiri tanggal 14 Mei 1948 ( dan bendera Israel pun dikibarkan bulan Mei 2018 di Papua. Adakah benang merah antara peringatan hari jadi di Israel dengan pengibaran bendera Israel di Papua?).Dengan demikian bendera Israel baru ada 3 tahun setelah Indonesia merdeka. Lalu bagaimana bisa bendera Israel menjadi budaya Papua? Saat Bung Karno menggelorakan perjuangan Dwikora saja berapa banyak pasukan Indonesia yang gugur demi pembebasan Papua barat dari penjajah Belanda? Lalu kenapa malah bendera Negara lain yang dikibarkan saat unjuk acara yang di klaim acara budaya tanpa adanya satupun bendera Indonesia?Logikanya jika bukan bendera Indonesia berarti bendera Belanda lah yang mereka kibarkan. Kenapa malah bendera Israel? Tangan tangan zionisme mulai membidik disintegrasi di Papua. Hal yang lebih mengherankan lagi kenapa para pelaku tidak dijerat pasal makar/UU Ormas seperti yang sudah terjadi pada ormas tertentu yang diklaim ingin mengganti Pancasila? Pengibaran bendera Negara lain di Papua dibiarkan tanpa ada proses hukum yang jauh berbeda penanganannya dengan apa yang terjadi pada ormas tertentu di pulau Jawa. Sangat Luar biasa para pelaku pengibaran bendera Israel tidak tersentuh hukum. Tangan tangan zionisme pun sudah mendikte penegakan hukum di Indonesia.
Seperti kita ketahui bersama disamping Indonesia adalah Negara kontributor terbesar sedunia dalam hal mengirimkan jamaah hajinya yaitu sejumlah 221.000 jemaah di tahun 2017-2018 ( https://regional.kompas.com), ternyata jumlah pengunjung Indonesia untuk ziarah ke Al Quds pun cukup banyak. Adanya larangan kunjungan bagi wisatawan Indonesia yang ingin berziarah ke Al Quds (Yerusalem) mulai tanggal 9 Juni 2018 sebagai respon balasan atas dilarangnya wisatawan Israel masuk ke Indonesia adalah strategi pancingan agar seolah olah kebijakan pelarangan wisatawan Indonesia untuk masuk ke Yerusalem lebih berdampak buruk pada Indonesia dibandingkan pada Israel. Jumlah pelancong ziarah Indonesia ke Al Quds ternyata lebih banyak daripada jumlah wisatawan Israel ke Indonesia. Sehingga untuk memfasilitasi jamaah asal Indonesia untuk ziarah ke Al Quds , pemerintah Indonesia juga harus membolehkan wisatawan Israel masuk ke Indonesia. Untuk sasaran jangka panjang Israel berikutnya adalah untuk mendirikan kedutaan dengan alasan mempermudah ziarah warga Indonesia agar peziarah memiliki ijin masuk resmi. Jatuhlah Pamor Indonesia sebagai motor penggerak perjuangan Palestina apabila kedutaan besar Israel didirikan di Indonesia. Pendirian kedutaan besar Israel di Indonesia mengandung arti bahwa Indonesia mengakui eksistensi Israel dan melupakan Palestina. Saat hal ini terjadi, Indonesia akan ditinggalkan oleh Negara Negara OKI dan Negara Negara PBB yang juga mendukung Palestina. Sekali lagi tangan tangan Israel mulai nampak ingin mendikte kebijakan luar negeri Indonesia.
Alasan Israel membidik Indonesia adalah Indonesia merupakan Negara dengan penduduk Islam terbesar yang susah dijadikan Negara liberal seperti halnya Negara Negara Islam lainnya . Sudah banyak Negara Islam yang berhasil di jadikan liberal dimana pemerintahnya memberikan restriksi dalam implementasi kehidupan beragama sehari hari. Negara Islam yang sudah menjadi liberal telah melarang penggunaan hijab, melarang adzan keras keras, membatasi pengajaran pengajaran agama, mencurigai orang orang berjenggot, membubarkan organisasi Islam kaffah dan sebagainya. Apabila benteng terakhir ini jebol maka OKI akan kehilangan anggota yang sangat potensial sehingga mudah ditaklukkan. Pembonsaian Negara Islam akan membuat Negara tersebut tidak semangat lagi dalam memperjuangkan Palestina. Kita harus waspada terhadap upaya upaya tersebut yang dilancarkan baik secara eksplisit maupun implisit.
Penulis sangat berharap bahwa Indonesia dengan siapapun Presidennya Bersama Negara Negara OKI untuk tetap konsisten dalam mengecam di jadikannya Yerusalem sebagai ibukota Israel. Indonesia juga sebaiknya terus bahu membahu bersama 128 negara yang menolak pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem di PBB. Dari presiden pertama hingga presiden Jokowi saat ini, perjuangan Indonesia untuk Palestina belum pernah dan jangan sampai berubah. Ini sesuai dengan UUD 1945 yang mengatakan bahwa Kemerdekaan itu ialah hak segala Bangsa dan Oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan pri keadilan. Penulis juga berharap agar para elit politik Indonesia untuk berhati hati dalam bersikap dan bertutur kata dalam hubungannya dengan perjuangan kedaulatan Negara Palestina. Hentikan menghadiri acara acara yang akan melukai hati saudara kita di Palestina. Berhentilah berargumen dengan mengatakan bahwa itu adalah upaya untuk perdamaian atau DIPLOMASI TINGKAT TINGGI karena publik sudah mengetahui isi presentasi tidak menyinggung Pembebasan Al Quds dan pengakuan Israel atas Palestina secara de facto maupun de yure. Sudah beberapa kali Israel menginjak injak upaya perdamaian yang digagas oleh para pemimpin dunia dan PBB. Semua upaya perdamaian telah dilanggarnya. Saatnya menentukan sikap yang konsisten dan jangan setengah setengah. Free Palestine!!!