"Thoif: Pesona Cinta di Balik Angkara Murka" - ditulis oleh: Ust. Kholisul Ibad, S.Pd.I Pena Nurul Fikri

"Thoif: Pesona Cinta di Balik Angkara Murka" - ditulis oleh: Ust. Kholisul Ibad, S.Pd.I

Kesedihan yang mencekam dalam diri Sang Nabi setelah berpulangnya 2 orang yang sangat ia cintai, yang pertama yaitu Khadijah, wanita pertama yang sepenuh jiwa dan raga memberikan seluruhnya terhadap nabi, ia garda terdepan dalam cinta dan pengorbanan terbesar dalam perjuangan dakwah Islam. Sehingga tidak berlebihan ketika Nabi ditanya oleh 'Aisyah siapa wanita yang paling ia cintai, beliau menjawab, “Khadijah”. Ruziqtu hubbuha, cinta Khadijah adalah anugerah terbesar bagiku. Orang kedua adalah Abu Thalib, paman beliau yang menjadi tameng Sang Nabi dan dakwahnya dari makar kaum kuffar Mekkah. Upaya kaum kuffar Mekkah untuk melenyapkan dakwah dan tentunya da’inya tidak terlaksana karena kegigihan beliau untuk membela meskipun beliau tidak di posisi sebagai bagian dari keimanan.

 

Mekkah sepertinya sudah tidak bersahabat dengan dakwah, sehingga Nabi memutuskan untuk mengalihkan dakwahnya sejenak ke daerah di luar Mekkah dan pilihannya jatuh ke daerah Thaif, daerah yang sekitar 100 KM dari Mekkah dan terletak di ketinggian 1400 mdpl. Sebuah daerah yang dingin dan subur menambah ekpektasi Nabi bahwa insya Allah penduduk di sana akan menerima dengan baik dakwahnya, apalagi beliau punya kerabat Bani Kinanah. Perjalanan beliau tempuh 4 hari 4 malam ditemani sahabatnya Zaid bin Haritsah.

 

Ternyata apa yang menjadi harapan Sang Nabi bertolak belakang, selama 10 hari 10 malam ia berdakwah, tak satupun penduduk Thaif beriman. Dakwah beliau ditolak, beliau dilempari dengan batu, gigi beliau patah, gusi berdarah, dan beliau diusir oleh penduduk Thaif. Beliau berlari dari angkara murka penduduk yang sebelumnya termakan hasutan oleh Abu Jahal, beliau bersembuyi di sebuah kebun seraya mengadu kepada Rabb-nya :

 

 

اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي  أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك  أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك

 

“Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Rahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat dari kemurkaan-Mu dan yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu."

 

Malaikat Jibril iba menyaksikan Nabi terluka fisik dan hatinya. Ia berkata, "Allah Mengetahui apa yang terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat-malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu."

 

Para malaikat penjaga gunung itu berkata, "Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah Mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka."

 

Nabi dengan lembut berkata kepada Jibril dan malaikat penjaga gunung, "Walaupun mereka menolak ajaran Islam, aku berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya."

 

Nabi bahkan berdo’a yang artinya, "Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui".

 

Ya Rasulullah. Angkara engkau balas dengan cinta, beliau putuskan untuk kembali ke Mekkah. Di perjalanan, Nabi SAW beristirahat sambil membersihkan lukanya di suatu perkebunan anggur milik Uthbah dan Syaibah, anak Rabi’ah. Setelah Rasulullah SAW sampai di kebun milik Uthbah bin Rabi’ah, kaum penjahat dan para budak yang mengejarnya berhenti dan kembali.

 

Tetapi tanpa diketahui ternyata beliau sedang diperhatikan oleh dua orang anak Rabi’ah yang sedang berada di dalam kebun. Setelah merasa tenang di bawah naungan pohon anggur itu,

 

Rasulullah SAW mengangkat kepalanya seraya berdo’a. Mendengar do’a Rasulullah SAW, hati kedua anak lelaki Rabi’ah pemilik kebun itu tergerak. Mereka merasa iba dan memanggil pelayannya yang bernama Addas serta menyuruhnya mengambilkan buah anggur dan memberikannya kepada Rasulullah.

 

Ketika Addas meletakkan anggur itu di hadapan Rasulullah SAW dan meminta beliau untuk memakannya, Rasulullah Saw mengulurkan tangannya seraya mengucapkan “Bismillah“, kemudian dimakannya, Addas terkejut mendengar ucapan Rasulullah. Nabi pun menceritakan bahwa dirinya adalah seorang nabi yang diutus Allah untuk menyampaikan agama Islam seperti halnya nabi sebelumnya. Seketika itu juga Addas berlutut di hadapan Rasulullah SAW, lalu mencium kepala, kedua tangan dan kedua kaki Nabi. Addas lalu menyatakan diri masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.

 

Allah dengan cintanya kembali menghibur hambanya, di saat dakwahnya ditolak, ia dicaci, disakiti, dan dikejar-kejar, nyawanya terancam, Allah hadirkan seorang Addas dengan sekali sentuhan langsung menerima hidayah dan mengikrarkan untuk menjadi barisan pendukungnya laksana oase dalam kemarau berkepanjangan.